8 Poin "The power of NGOBROL"

(Tulisan ini Pakde Fu Ambil Sebagian Besar Data dan Sumbernya dari tulisan berjudul sama - The Power of NGOBROL ketikan Abah Ihsan*)

Didalam aktivitas keseharian kita sebagai manusia, rasanya kita sulit sekali untuk tidak melakukan aktivitas yang satu ini. Dan..

Se-anti-antinya kita terhadap interaksi sosial? Tetap saja kita pernah sekali dua kali dalam keseharian kita melakukan aktivitas ini.

Ya. Ngobrol, sebuah aktivitas keseharian yang sederhana. Yang ternyata ketika kita sadari kekuatannya?

Ada banyak sekali kekuatan dan keajaiban-Nya yang tercipta ditengah aktivitas kita untuk sekedar.. NGOBROL. 

Lalu kekuatan ajaib apa yang bisa kita kembangkan kemanfaatannya pasca menyadari 'The Power of NGOBROL?'

Lets check this out :

1. Ngobrol Menjadikan Kita Paham : Mana Anak Yang Biasa Saja dan Mana Anak Yang Sedang Bermasalah

Sesungguhnya...
Anak yang bermasalah di dunia, bukan orang yang banyak omong, tapi yang banyak diam.

Dan salah satu ciri penanda seseorang itu bahagia adalah ketika dia ada keterhubungan (Komunikasi) dengan orang lain.

Suami istri yang bahagia pastilah didalamnya ada suara. Ada obrolan. Ada kehangatan emosional. Dan ada saja bahan yang diobrolkan. Maka...

Itu jugalah yang bedakan antara keluarga dengan kos-kosan. Bahwa berbeda dengan kos kosan?

Seberapa besar kehangatan yang ada dalam sebuah obrolan adalah cerminan dari seberapa menyenangkannya sebuah hubungan. Baik hubungan dalam lingkup antara seseorang dengan pasangannya. Maupun hubungan antara seseorang dengan keluarga (kecil maupun besarnya). Meski begitu?

Memang benar..!! Ada sebuah ketentuan yang jika diikuti oleh kita semua? Maka isi obrolan kita pun akan penuh dengan kemanfaatan. Ketentuan itu adalah :

"Berbicara yang baik baik. Atau jika tidak? Maka diamlah."

Dan secara aturan adab dan kesopanan? Maka dalam membangun sebuah obrolan sehat? Adabnya adalah betapa mereka yang disuruh bicara?  Adalah mereka yang paling berhak bicara dulu. Sementara itu, bagi yang tidak diminta bicara?

Maka justru disaat itulah mereka berkesempatan untuk melatih diri menjadi pendengar yang baik.

2. Ngobrol Adalah Momentum Untuk Menciptakan Komunikasi yang berkualitas dimana dalam sebuah obrolan yang sehat? Maka porsi ngomong antara pihak yang terlibat dalam obrolan (dalam hal ini adalah antara orang tua dan anak) haruslah berimbang. Atau paling tidak?

Yah. Mendekati porsi yang seimbang lah. Karena dalam obrolan yang sehat? Baik orang tua maupun anak sejatinya tengah melatih diri mereka. Melatih diri untuk menjadi pembicara yang baik. Atau sebaliknya?

Melatih kemampuan untuk menjadi pendengar yang baik. Kalo anak kita rajin ngobrol, maka pada saat itu sebenarnya dia sudah mempraktekkan secara sadar atau bahkan tidak sadar perihal batas kesabaran dan ketelatenan untuk menjadi seorang pembicara dan pendengar yang baik sekaligus. 

Maka dari itu, orang yang terbiasa ngobrol? Cenderung bisa menahan reaksi dari diri sendiri (yang kadang suka berlebihan) menjadi penuh kewajaran dan kesabaran sehingga yang demikian pun akan menjadikan orang tua dan anak pun tidak terjebak pada 'kenakalan' dan depresi akibat besarnya tekanan perasaan.

Penelitian di New York, bahkan menegaskan bahwa anak yang rajin bicara or ngobrol cenderung lebih memiliki daya tahan terhadap lingkungan. Hal ini tak lain karena memang seseorang yang suka ngobrol menandakan bahwa dia mudah bergaul dan adaptasi dengan lingkungannya.

Sehingga ketika ia menemui masalah dalam pergaulannya? Ia jauh lebih mudah menemukan solusi atas masalah yang menimpanya itu.

3. Khusus buat Generasi Muslim : Muslim Yang bergaul lebih baik daripada yang tidak bergaul. Kenapa demikian?

Karena seseorang yang gemar bergaul dengan orang lain itu seringkali memiliki kecenderungan untuk mencari bahan obrolan yang bisa menghangatkan suasana dan komunikasi dia dan partner ngobrolnya.

Dari sana, selain menambah rasa 'peka' terutama menyangkut apa yang boleh dan apa yang tak boleh diobrolkan dalam sebuah obrolan?

Ngobrol pun sering kali hadir sebagai solusi yang secara sadar atau tidak menjadi semacam aktivitas pelepasan (realease) emosi. Dan lewat aktivitas ngobrol pula?

Seseorang (khususnya anak-anak kita) bisa kita analisa apakah ia sedang memiliki masalah atau baik baik saja? Sedang menyembunyikan masalah? Atau memang jujur percaya kepada kita, orangtuanya. Bandingkan saja dengan mereka yang jarang ngobrol sehingga ngobrolnya justru saat ada masalah?

Selain memungkinkan adanya ledakan emosi seandainya ia gagal mengontrol emosi dirinya selama ia (anak kita) ngobrol dengan kita?

Suasana ngobrolnya pun pastilah tidak nyaman dan canggung adanya. Oleh karenanya, sebagai orang tua kita memang dituntut untuk memiliki inisiatif dulu. Untuk memulai kebiasaan ngobrol dengan ananda. Dengan harapan kelak anak kita pun melakukan hal serupa. Bahkan kemudian menjadikan kita sebagai tempat ternyaman untuk membagi kisah mereka. Apapun motifnya.

Dan memang kebiasaan seperti ini haruslah dimulai segera. Sedini mungkin usia Ananda. Karena semakin dini kita membiasakan ananda dekat dengan kita? Semakin terbiasa dan nyaman lah mereka semua (anak anak kita) untuk ngobrol dengan kita.

4. Jadilah Orangtua yang TERBUKA Menerima Segala Kisah Yang Diobrolkan Anak Kita

Banyak anak yang faktanya merasa bahwa harga dirinya hancur, di rumah. Bukan di luar rumah. Berapa banyak anak yang betah duduk berlama lama di dekat orang tua? (apalagi dizaman sekarang)

Kesan seram, garing, ga nyambung, galak, dan suka nyuruh-nyuruh, mungkin adalah label yang kerapkali ada dibenak anak-anak ketika menyadari kekakuan dan kesaklekan orang tua mereka. Meski tidaklah tepat untuk disebut diktator?

Telinga mereka panas mendengar nasehat orang tuanya ketika disisi lain? Orang tua pun enggan untuk bisa menyediakan diri sebagai pendengar dan rekan curhat yang baik bagi Anak mereka.

Parahnya? Sudah tidak mau mendengar kisah dan menerima ajakan ngobrol ananda?

Tak sedikit pula orang tua yang tiba-tiba SOK TAU akan masalah yang sedianya akan diobrolkan oleh Ananda. Dalih dan alasannya pun sama. "Karena para orang tua kebanyakan merasa bahwa mereka sudah banyak makan asam garam kehidupan dunia."

Padahal?

Anak itu tiada lain bertumbuh sesuai dengan zamannya mereka yang sudah pasti jauh sangat berbeda keadaannya dibandingkan dengan keadaan yang dialami oleh orang tua dimasa kanak kanak mereka. Akibatnya?

Nasehat yang seketika dilancarkan oleh orangtuanya tanpa terlebih dulu bertanya dan ngobrol lebih dalam terkait dengan permasalahan-permasalahan yang di hadapi oleh Ananda?

Menjadi nasehat yang pada akhirnya pun salah sasaran dan bahkan salah penyampaian. "Mungkin jika kemudian cara menasehatinya tidak sepenuhnya JUSTIFIKASI (membenarkan pendapat diri sendiri lalu MENYALAHKAN pendapat yang lain yang berbeda).. hal itu mungkin masih bisa termaafkan."

Tapi kalau ternyata caranya salah? Maka alih alih membaikkan dan memperbaiki keadaan? Justru nasehat semacam itu malah bisa menghancurkan kehidupan dan psikis Anak secara keseluruhan. Kenapa?

Karena Anak kita merasa bahwa ia sama sekali tidak mendapatkan penghargaan. Malah seringkali perasaan itu justru melahirkan rasa seperti sosok yang sedang dihinakan.

Jika ini terus terusan dibiarkan? Maka itu sama saja membiarkan anak terus ada dalam tekanan. Sesuatu yang saat ini begitu rentan untuk jadi sebab pelarian anak anak kita pada aneka obat-obatan (terlarang). Klimaksnya? Tentu saja Over dosis. Jika kita tidak cepat cepat NGEH (aware) dengan keadaan.

5. Jangan Jadi Orangtua Yang 'Not Close Not Real'.

Zaman dulu, orang tua memang membesarkan anak tanpa ada pesaing. Ditahun 70 an?

Rasanya dimasa itu belumlah ada tv swasta.  Dan menginjak tahun 80an? Maka dimanapun rasanya juga belum ada internet. Maka soal bagaimana kita tahu cara menikmati hingga kemudian bisa survive dan sukses dalam menjalankan kehidupan?

PATOKAN KITA HANYA ADA MELALUI TELADAN ORANG TUA. Karena memang pada saat itu belumlah ada cara verifikasi informasi kebenaran dalam berkehidupan kecuali berasal dari keteladanan Orang Tua. Selain itu, sebagai orang tua?

Kita wajib memang untuk senantiasa terbuka (hati, pikiran dan sikapnya) terhadap kemajuan zaman dan keberadaan teknologi yang terus menerus terbarukan. Semakin kita menguasai teknologi?

Maka semakin memungkinkanlah diri kita untuk menggunakannya demi kepentingan pertumbuhan sisi psikologi anak dan diri kita. Dan tentu saja, dengan demikian kita pun semakin dimungkinkan pula bagi kita untuk tetap mendekatkan anak kita dengan aneka sumber teknologi dan ilmu pengetahuan disatu sisi, dan tetap melakukan pengawasan yang benar berdasarkan kesadaran pikiran serta hati disisi lain.

Maka dari itulah kemudian kita juga DITUNTUT untuk terus menambahkan level NGEH kita (awareness) kita akan perkembangan teknologi dan informasi yang melingkupi Kehidupan kita.

Sehingga kemudian kita tidaklah lagi dikuasai teknologi yang justru melenakan kita pada aneka kemudahan dan kesenangan. Tapi justru malah menjadi pengendali diri kita (terutama terkait dengan efek baik/buruk teknologi dan informasi tersebut)

Oleh karena itu, kita mulai saat ini memang benar benar  wajib melatih awareness kita agar tidak terjebak pada ucapan kita sendiri yang melarang total penggunaan gadget pada anak tapi malah kitanya yang tak bisa mengontrol ketergantungan pada gadget.

Jadi..
Adanya moment ME TIME dengan Anak secara khusus dengan meninggalkan sementara betul betul fokus kita pada gadget? Dan benar benar baru menyapa gadget kita disaat yang disepakati. Dan kesemua itu..

Semata-mata merupakan sebuah cara dalam menciptakan obrolan berkualitas antara kita dan anak anak kita. Insya Allah, dari sana kelak akan ada satu iklim komunikasi  berkualitas tinggi yang bisa kita hasilkan bersama anak anak kita.

6. Jangan pula jadi orangtua So Close but Not Real.

Adakalanya memang dalam sebuah obrolan orangtua dan anak?

Obrolan harus betul betul satu arah. Kalo orang tua yang ngomong? Itu namanya Kondisi Taklim. Sebuah kondisi yang idealnya harus ada muatan ilmunya. Ada isi dan pemahaman baik lagi membaikkannya. Namun dibalik itu tetap.. obrolan itu haruslah terjaga kehangatan suasananya. Jadi pada saat ini?

Pantang lah orang tua untuk kemudian bicara sia sia. Bahkan parahnya sampai menyudutkan posisi Ananda.

Sebaliknya, pada masa itulah orangtua harus menunjukan kapasitas dan kehangatan ala orangtua dalam arti sesungguhnya sampai satu fase dimana ketika orangtua selesai bicara?

Barulah ia mempersilakan anaknya untuk gantian berbicara. Nah, ini :

Kalo anak juga ikut dilibatkan untuk ngomong?

Barulah namanya... ngobrol. Maka memang pada saat ngobrol inilah sebaiknya kita ngobrol dengan tetap menjaga fitrah dan koridor peran keduniaan kita. Kita sebagai orang tua. Dan mereka sebagai anak kita

Tapi jika kita bicara soal Fitrah?

Tak bisa dipungkiri memang (seharusnya) posisi orang tua itu secara hakikat adalah lebih tinggi daripada lingkungan. Sehingga, yang benar seharusnya adalah bahwa setiap anak yang baik itu (terlepas dari apapun kondisi lingkungannya) adalah anak yang dipengaruhi betul oleh orang tuanya (baik pola pikirnya, pola pergaulannya, pola belajarnya, pola komunikasinya dan aneka pola kehidupan dia yang lainnya).

Maka ketika ada godaan pengaruh dari orang lain atau juga dari lingkungan? Maka hal itu sebaiknya menjadi semacam alarm bagi kita.. cara mendidik kita dan juga cara berkomunikasi kita.

Hal ini disebabkan karena sejatinya kitalah gerbang pelindung pertama dan yang utama yang memiliki tugas diantaranya adalah menjaga dan mengawal fitrah anak anak kita supaya tetap ada dalam koridor aturan dan ketetapan yang memang sudah semestinya.

Sementara lingkungan? Tiada lain adalah tempat dimana seseorang mengaktualisasikan pengetahuannya, ilmunya dan hasil didikan orang tua dan gurunya dalam membentuk keseluruhan pola awal kehidupannya.

Sehingga dengan terbiasanya kita ngobrol? Maka kita sebenarnya sedang melakukan pengecekan perihal seberapa mampu anak kita menjaga dirinya, menjaga tata aturan yang memang kita buat demi menjaga dan mengawal fitrah alamiahnya sebagai manusia sekaligus memastikan bahwa pengaruh keluarga itu masihlah lebih besar daripada pengaruh lingkungannya.

Maka sebagai orang tua : 

"Perbesarlah pengaruh baik Anda atas diri anak Anda? Maka niscaya pengaruh yang ditularkan melalui lingkungan Anda kepada Anak Anda akan semakin  kecil."

7. Karena Ngobrol adalah Bagian Dari Perintah Untuk Silaturahmi.

Tapi agar nuansa kebaikan silaturahmi itu bisa terjaga pasti? Maka kita perlu sekali untuk mempelajari segala hal yang bisa mendukung terciptanya kebaikan dari proses ngobrol ini. Selain untuk bisa sama sama menenangkan hati?

Maka "Skill Ngobrol" ini menjadikan kita mau tak mau belajar bagaimana cara berkomunikasi dengan baik dalam segala kondisi. Tidak punya skill ngobrol, maka sama artinya dengan mengundang celaka dunia dan akhirat.

Maka update dan upgrade lah selalu skill komunikasi kita setiap ada kesempatan menghampiri. Selain agar bisa menambah kepekaan kita saat berkomunikasi?

Dengan menyediakan diri bahkan dengan menginvestasikan uang kita untuk meng-upgrade level kesadaran (awareness) hingga mengupdate kemampuan (skill) kita dalam berkomunikasi?

Diharapkan memang akan tercipta suatu iklim komunikasi yang saling menguntungkan, saling mendamaikan dan juga saling menguatkan. Baik menguntungkan, mendamaikan dan menguatkan keterikatan emosional antar personal dalam suatu divisi di sebuah instansi (Kantor) maupun menguntungkan, mendamaikan bahkan saling menguatkan keterikatan emosi antara perusahaan/badan usaha kita dengan perusahaan/badan usaha klien or Konsumen kita.

Dan mengingat dahsyatnya efek dari komunikasi yang melibatkan kita, keluarga kecil dan keluarga besar kita, usaha kita  hingga perusahaan yang menjalin kemitraan dengan kita?

Maka banyak sekali individu bahkan juga sampai level perusahaan yang memang menginginkan kemajuan dalam hal komunikasi (baik interpersonal maupun intrapersonal mereka) rela  menginvestasikan banyak uangnya, agar kualitas awareness dan skill komunikasi mereka meningkat.
(Untuk informasi detail seputar Training of Emotional Communication? Silakan klik : https://hypnotarotbekasi.blogspot.com/2018/10/training-of-emotional-hypno.html?m=1)

Lalu bagaimana dengan Skill Komunikasi Yang Melibatkan Orang tua dan Anak?

8. Tidak boleh ada anak pendiam di rumah.
Banyak nasehat masuk telinga kanan keluar telinga kanan, krn tdk pernah dikeluarkan perasaannya. Ajak ngobrol, meskipun hal yg sepele. Wibawa ayah tdk dibangun oleh kejaiman. Namun oleh ketegasan dan tanggung jawabnya.

#abahihsan #parenting #asyik

N. B :

Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari atau dikenal juga sebagai Abah Ihsan oleh puluhan ribu alumninya merupakan Penggagas Gerakan 1821 yang telah dirasakan manfaatnya di seluruh penjuru Indonesia. Abah Ihsan lebih dulu dikenal sebagai Penulis 5 Buku Best Seller bertema Pengasuhan atau Pendidikan Anak dan juga Pembicara Parenting Internasional yang telah menjadi pembicara di 7 negara di dunia. Abah Ihsan juga merupakan Direktur dari Auladi Parenting School yang telah menyelenggarakan berbagai program pelatihan bertemakan Bagaimana Menjadi Orangtua Teladan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENTORING SPESIAL BACA ORANG (Batch 7)

KELAS ONLINE BACA ORANG - Batch 8

FREESTYLE FISIOGNOMY (Batch 5)